Pada abad ke sebelas ketika itu Bao Zheng seorang hakim yang dikenal adil
dan
bijaksana pada jaman Dinasti Song Utara sedang menangani sebuah kasus
fitnah
yang dilakukan oleh seorang warga kota Kaifeng di Provinsi Henan
karena
persaingan usaha. Pria separuh baya itu telah terbukti menyebarkan
kata-kata
fitnah yang sangat merugikan pengusaha lainnya.
Didalam persidangan Hakim
Bao menjatuhkan hukuman denda sebesar seratus tael
perak dan jika tak sanggup
membayar maka sebagai gantinya harus mendekam di
penjara selama satu
tahun.
Pria terdakwa itu menangis tersedu-sedu mohon ampun seraya
meminta
keringanan hukuman.
"Baiklah" kata Hakim Bao "Kamu akan
mendapatkan keringanan hukuman namun ada
syarat yang harus kamu
lakukan."
"Apa itu yang mulia?" Tanya pria itu penuh harap.
Hakim
Bao meminta para pengawal untuk membawa pria itu ke sebuah dataran
diatas
sebuah bukit dimana angin berhembus dingin dan kencang.
Kemudian salah
satu pengawal mengeluarkan sebuah kantung kecil berisi
segenggam bulu
angsa.
"Bulu-bulu angsa ini akan disebarkan dan tugas kamu adalah
mengumpulkan
sebanyak-banyaknya bulu-bulu angsa itu, setiap helai bulu angsa
bernilai
satu tael perak.
Saat kantung dibuka, maka bulu-bulu angsa
itu langsung beterbangan tinggi
disapu angin yang bertiup sangat kencang.
Pria itu bergegas berlari kesana
kemari berusaha menangkap bulu-bulu angsa
itu.
Alhasil setelah beberapa jam, pria itu hanya memegang dua helai bulu
angsa
ditangannya. Dengan lunglai pria itu pun menerima keputusan hukuman
yang
telah dijatuhkan oleh Hakim Bao.
"Bulu-bulu angsa itu ibarat
kata-kata yang telah kau ucapkan, seperti halnya
bulu-bulu angsa yang
beterbangan dan sungguh tidak mudah untuk ditangkap
kembali, sama dengan
kata-kata yang terlanjur kau keluarkan dari mulutmu,
sungguh sulit untuk
menariknya kembali" kata Hakim Bao
"Lain kali berhati-hatilah dalam
berucap" kata Hakim Bao menutup
persidangan.
No comments:
Post a Comment