Wednesday, June 10, 2015

Cinta Tulus itu Toleran, tidak mengenal batasan SARA...Ketulusan Cinta Keluarga Pakistan pada Nenek Yahudi

Dream - Helen Stone menunjukan sebuah indahnya perdamaian. Lilly, bibi dari Helen Stone, merupakan wanita tua berumur 94 tahun. Dulunya dia adalah tawanan Yahudi dari Jerman yang mengungsi ke Inggris di tahun 1939.
Lilly tinggal di Willesden Green, daerah yang terletak di sebelah barat laut London, Inggris. Suaminya, Joe, telah lama meninggal.
Sepeninggal suaminya, dia harus merawat rumahnya sendirian. Alasannya, anak satu-satunya, Regina, menikah dengan lelaki asal Amerika Serikat dan menetap di negeri Paman Sam itu.
Hubungan mereka hanya terjalin melalui jaringan telepon. Beberapa tahun sekali Regina menyambangi ibunya.
Dengan umur yang semakin menua, Lilly tetap sebatang kara. Kala usianya menginjak 94 tahun, Lilly berjumpa dengan keluarga Mohammed dan Shamin Islam. Mereka sekeluarga baru saja pindah dari Kilburn.
Mengutip laman independent.co.uk, Senin, 8 Juni 2015, Mohammed dan Shamin Islam merupakan keturunan Pakistan generasi keempat belas. Mereka memiliki dua anak perempuan. Yang tertua dan telah menikah bernama Imresh, dan adiknya bernama Taneem.
Mereka pertama kali datang ke Inggris pada tahun 1977. Mereka adalah keluarga Muslim yang taat menjalankan salat lima waktu. Keluarga itu juga memegang prinsip Islam untuk menghargai orang yang lebih tua.
Saat pertemuan pertama itu pula cucu dari Mohammed yang berusia dua tahun, Zayna, mendatangi Lilly yang sedang menyiram tanaman. Zayna adalah anak dari Imresh. Zayna mendekat dan memanggilnya: nenek. Keakraban itu pun akhirnya terjalin.
Keluarga Mohammed jadi sering berkunjung untuk sekadar membantu membersihkan kebun Lilly sembari mengobrol atau meminum teh. Tak jarang pula keluarga itu membawakan makanan dan mengabarkan keadaan Lilly kepada Regina. Keluarga Mohammed telah mendapat tempat terhormat dalam keluarga Lilly.
Lima tahun keakraban itu berjalan, kejadian tragis menimpa Lilly. Dia terjatuh dan tulang pinggulnya retak. Usia Lilly kala itu 99 tahun. Akibat kejadian itu, keluarga menyarankan Lilly masuk panti jompo. Namun Lilly menolak. Dia memilih tinggal di rumahnya sendiri.
Lilly ingin tetap melakukan semua pekerjaan rumahnya secara mandiri. Dia tetap memasak sendiri. Sesekali waktu memang keluarga Mohammed membantu, tapi Lilly ingin tetap melakukan aktivitas seperti sebelumnya.
Akan tetapi, dia akhirnya merasakan semakin melambat dari sebelum-sebelumnya. Lilly tetap melakukan semuanya secara mandiri hingga usia 105 tahun.
Di saat ia menginjak usia 105 tahun itulah ada kejadian yang menyentuh hati. Mohammed sekeluarga mempersiapkan bingkisan spesial. Bingkisan itu berupa sebuah foto bergambar wajah Lilly yang dicetak berukuran besar dan di sekeliling foto Lilly itu terdapat wajah dari masing-masing anggota keluarga Mohammed. Di dalamnya tertulis: Untuk Nenek. Kami Mencintaimu.
Saat keadaan Lilly semakin memburuk, Regina datang dan tinggal untuk menjaganya. Tapi, Regina tak dapat sendiri. Pekerjaan merawat Lilly butuh lebih dari satu orang.
Alhasil, Shamin dan putrinya bergantian untuk membantu Regina merawat Lilly dua kali sehari, seperti yang mereka lakukan sebelumnya.
Lilly akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada 26 Maret 2015. Lilly meninggal dengan damai di tepat disamping Regina. Sesuai kepercayaannya, jenazah Lilly dikremasi sehari setelah meninggalnya di Bushey, Hertfordshire, Inggris.
Menantu dan kedua cucunya datang di pemakaman itu. Mereka dijemput di bandara oleh supir taksi langganan Lilly, seorang keturunan Pakistan bernama Iqbal. Iqbal mendatangi prosesi pemakaman dan menolak untuk dibayar.
Cinta, perawatan dan penghormatan mereka untuk Lilly menghapus semua gagasan dari penghalang antara kelompok usia, agama atau ras.
Hanya mereka yang terbaik dari tetangga yang baik, yang telah menjadi teman dekat dan sangat dihargai. Regina tahu bahwa dia berutang pada mereka, utang yang tidak mungkin bisa dia membayar, dan bahwa mereka akan tetap berhubungan selama sisa hidup mereka.