Sebuah Surat ttg Riwayat Mayor TJONG A
FIE ; Taipan Tionghoa di Medan yg dicintai oleh semua golongan .Aku
rindu abangku yang telah 5 tahun ini pergi ke Tanah Deli. Usaha toko
papa sudah tak mungkin berkembang lagi.
Aku tak akan
berkembang kalau tetap di kampung dan tidak mencoba hal baru. Dari
surat-surat yang dikirim abangku Tjong Yong Hian, aku tahu bahwa Deli
Tua di Hindia Belanda adalah sebuah kota yang makmur. Perkebunan
tembakau mulai bermunculan, kelapa dan teh juga menjadi barang dagangan
yang penting. Apalagi abang Yong Hian mengatakan bahwa dia kini telah
menjadi Kapiten Belanda untuk urusan orang Tiong Hoa. Maka aku putuskan
untuk meninggalkan Guangdong menyusulnya ke tanah Deli.
Saat
itu umurku baru 18 tahun. Terpaksa aku tinggalkan istriku Lie, karena
perjalanan ini penuh ketidakpastian.Labuhan Deli merapatkan kapal kami.
Segera saja saya berjumpa dengan abang yang sudah lima tahun berpisah.
Melalui teman-teman Abang Yong Hian, aku mulai tahu perniagaan di Deli
Tua. Penyediaan barang sehari-hari seperti gula, minyak goreng dan kain
sangat dibutuhkan. Toko Tjong Sui Fo mengajarkan banyak hal kepada saya.
Hubunganku dengan orang-orang Melayu, Arab, Tionghoa dan Belanda
membawaku memahami perniagaan di Deli Tua.
Aku tahu kebutuhan
masing-masing suku tersebut. Aku juga tahu produk apa yang mereka
hasilkan.Kepercayaan Sultan Deli Makmun Al Rasjid untuk mengurusi
tanah-tanah perkebunannya menambah pengalamanku menangani perkebunan.
Pertikaian antar pekerja kebun, baik sesama suku maupun antar suku (Jawa
dengan Karo, Karo dengan Keling dan sebagainya) menjadikanku sangat
sibuk. Namun keberhasilanku mendamaikan mereka membuat Belanda
mempercayaiku ketika aku ajukan ijin untuk membuka perkebunan tembakau
milikku sendiri.
Sebelumnya, Orang Tionghoa hanya mau berniaga
saja, tidak berminat membuat kebun sendiri.Keperluan alat angkut yang
cepat, mengilhamiku membangun jalur kereta api dari Belawan ke pusat
kota Deli Tua. Dengan kereta api hasil bumi dengan cepat bisa diangkut
ke kapal di Belawan.Disela-sela kesibukan, aku memutuskan untuk menikah
lagi. Nona Chew yang merupakan anak salah satu pejabat di Penang aku
lamar. Istriku ini memberiku 3 anak. Namun umurnya tidak panjang.
Kekasihku ini meninggal dan membiarkanku mengurus 3 anaknya. Tak sanggup
mengurus anak sambil berbisnis, aku putuskan untuk menikah sekali lagi.
Kali ini pilihanku jatuh pada seorang gadis campuran Tionghoa - Melayu
bernama Lim Kui Yap.
Darinya aku dianugerahi 7 anak lagi.
Besarnya jumlah keluarga ini mengilhamiku mendirikan rumah besar di
Kesawan. Saat itu pangkatku masih Kapten.Rumahku aku bangun dengan
menggabungkan arsitektur Tiongkok , Belanda dan Melayu. Banyak hal baik
dari arsitektur Gaya Tionghoa. Demikian pula dengan Belanda dan Melayu.
Maka, menggabungkan ketiganya menjadikan istanaku nyaman untuk semua
tamu yang berkunjung.Dalam berniaga sering aku mendapat kiriman buku
dari para kolega Belanda. Buku-buku ini sungguh menarik. Cerita-cerita
dalam buku tersebut membangkitkan minatku untuk terus membaca. Dari
buku-buku tersebut aku mendapat pengetahuan tentang Eropa dan Amerika.
Selain dari buku-buku, perangko yang menempel pada surat-surat yang
terkirim dari mitra bisnis dari berbagai negara menarik minatku. Maka
aku kumpulkan perangko-perangko tersebut sebagai bagian dari
kesukaanku.Aku percaya pada arwah leluhur yang memberkati. Berkat dari
arwah leluhur yang dipadu dengan kerja keras dan kejujuran adalah kunci
bisnis yang berhasil. Aku lihat teman-temanku yang Muslim, Hindu maupun
yang Kristen memiliki keyakinan yang sama. Keyakinan untuk patuh kepada
adat agamanya supaya hidupnya diberkati. Maka, dengan senang hati aku
membantu mereka jika mereka membangun rumah ibadahnya.
Aku
juga suka mendatangi perayaan hari raya mereka. Aku ajak teman-teman
Belanda berdansa saat Natal di lantai 2 rumahku. Aku sediakan ketupat
Medan dan mengundang mitra bisnisku yang Muslim di Hari Raya Idul Fitri.
Aku hadiri perayaan Thaipusam dari teman-temanku orang India yang juga
sukses berbisnis di Deli Tua.Meski sering diprotes oleh istriku, aku
suka bekerja di kamar tidur. Khususnya saat subuh menjelang pagi.
Bekerja sebelum mentari bersinar adalah sangat baik. Sebab otak kita
masih segar dan belum dipenuhi segala perkara-perkara kecil. Ide-ide
besar muncul pada saat saya bekerja di pagi hari di kamar tidur ini.
Selain dari ruang tidur, ruang makan adalah tempat spesial bagiku.
Sebagai pencinta makanan, aku memiliki beberapa koki yang bisa
menyiapkan makanan China, Melayu dan Belanda. Kadang mereka membuat
resep baru yang merupakan gabungan dari kuliner Belanda, Melayu dan
China.Saya juga sangat suka minum teh. Teh dari Yunan bisa menenangkan
pikiran. Karena cintaku pada teh, maka aku bangun perkebunan teh di
wilayah Deli.Orang Melayu, Batak dan Karo itu banyak yang pandai dan
terampil, sayang mereka kurang motivasi dan tidak mempunyai cukup uang
untuk berhasil.
Maka aku sediakan hartaku untuk membantu siapa
saja yang berpotensi supaya mereka bisa berhasil. Semoga upayaku ini
bisa terus dilanjutkan oleh keluargaku. Dengan harta yang aku
tinggalkan, keluargaku bisa terus berkarya untuk membantu sesama.
Harapanku Deli Tua, yang sekarang bernama Medan terus bertumbuh dalam
keberagaman.