Wednesday, February 8, 2012

Ma Yan

Cita-cita melanjutkan sekolahnya tertolong karena buku hariannya. Itulah yang terjadi pada Ma Yan, gadis muda yang tinggal di pegunungan tandus Zhangjiashu, Ningxia, wilayah barat daya China, yang penduduknya mayoritas Muslim dari suku Hui.

Ma Yan sekolah di tempat sejauh 15 mil dari rumahnya. Namun saat ia duduk di kelas lima, keluarganya kekurangan biaya untuk melanjutkan sekolah. Ma Yan pun putus sekolah, padahal ia berharap bisa sekolah tinggi. Dalam kondisi seperti ini satu-satunya pelampiasan adalah menulis buku harian.

Hari pertama di rumah ia ingin menulis catatannya. Namun ia tak menemukan bolpennya. "Kalian mungkin akan tertawa. Mana mungkin benda murah seperti bolpen bisa membuat seseorang kesulitan untuk membelinya," katanya dalam buku hariannya setelah ia bisa memiliki bolpen. Dan urusan bolpen ini tidak sederhana. Ia harus mengumpulkan uang saku selama dua minggu. Itu pun masih harus ditebus dengan sedikit "puasa" agar uang yang seharusnya ia belikan roti yang layak untuk ia makan bisa disimpan. Ia hanya makan sekadarnya.

Alat tulis itu bagi Ma Yan adalah segalanya. "Bolpen tua ini memberiku kekuatan. Ia membuatku memahami apa arti kesulitan hidup atau kebahagiaan hidup. Setiap kali aku melihatnya, seolah-olah aku sedang melihat ibuku. Ia selalu mendorongku untuk selalu bekerja keras," katanya. Dengan bolpen itu ia menulis catatan hariannya dari hari ke hari.

Suatu kali di tahun 2000 seorang wartawan Prancis, Pierre Haski, datang ke desanya untuk membuat film dokumentasi mengenai penduduk Muslim China yang tinggal di sana. Suatu kali ibu Ma Yan menemuinya dan memberi tahu kalau ia memiliki anak yang karena kesulitan ekonomi sampai tak bisa melanjutkan sekolah. Menurut ibunya, Ma Yan begitu ingin sekolah dan ingin mengangkat nasib keluarganya yang ia tulis di buku hariannya. Buku harian itu ia berikan ke Haski.

Haski terkejut setelah seorang teman menerjemahkannya. Karena indahnya ia kemudian menuliskan kisahnya dalam artikel di suatu koran di Prancis. Sambutan terhadap tulisan itu luar biasa. Haski kemudian menerbitkannya dalam bentuk buku. Buku Harian Ma Yan itu laku keras. Selain itu banyak orang yang ingin membantu Ma Yan. Lalu terbentuk yayasan Association for the Children of Ningxia.

Tahun 2002 dana yang terkumpul dari simpatisan di yayasan itu dikirim ke Ma Yan agar ia bisa melanjutkan sekolah. Dana itu juga cukup untuk mendorong 250 anak-anak lain di desanya untuk melanjutkan sekolah. Sejak itu Buku Harian Ma Yan diterjemahkan kedalam 17 bahasa asing dan menjadi pembicaraan dunia.

Tahun 2007 Ma Yan lulus SMA. Ia kemudian lolos seleksi ke suatu universitas di Prancis. "Saya ingin jadi wartawan, seperti paman Haski (Pierre Haski) agar saya bisa membantu orang lain terangkat dari kemiskinan," katanya mengenai cita-citanya.

Kini berkat Buku Harian Ma Yan anak-anak di daerahnya sudah banyak yang bisa sekolah. Menurut yayasan Children of Ningxia, pihaknya sudah membantu 2.500-an anak di Ningxia agar bisa melanjutkan sekolah. Sebanyak 150 mendapat beasiswa dan 14 di antaranya sudah lulus perguruan tinggi sejak 2009. Sungguh luar biasa pengaruh buku harian Ma Yan.

No comments:

Post a Comment