Presiden
terpilih Korea Selatan, Lee Myung-bak
yang telah memenangkan pemilu di Korea ternyata punya masa lalu yang
sangat penuh derita. Namun, dengan keyakinan dan perjuangannya, ia
membuktikan, bahwa siapa pun memang berhak untuk maju dan berkembang.
Pada Masa kecilnya Lee Myung-bak hanya makan ampas gandum. Makan
siangnya, karena tak punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum
air. Saat makan malam, ia kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk
ampas itu pun, ia tak membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu
dari hasil penyulingan minuman keras.
Terlahir di Osaka,
Jepang, pada 1941, saat orangtuanya menjadi buruh tani di Jepang, ia
kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang, Korea. Kemudian, saat
remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim untuk membantu
keluarga. “Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di sekolah,”sebut
Lee dalam otobiografinya yang berjudul “There is No Myth,” yang
diterbitkan kali pertama pada 1995.
Namun, meski sangat miskin,
Lee punya tekad kuat untuk menempuh pendidikan tinggi. Karena itu, ia
belajar keras demi memperoleh beasiswa agar bisa meneruskan sekolah SMA.
Kemudian, pada akhir 1959, keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk
mencari penghidupan lebih baik. Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk,
menjadi penjual sayur di jalanan. Saat itu, Lee mulai lepas dari
orangtua, dan bekerja menjadi buruh bangunan. “Mimpi saya saat itu
adalah menjadi pegawai,” kisahnya dalam otobiografinya.
Lepas
SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil diterima di perguruan tinggi
terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia bekerja sebagai tukang
sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai awal mula titik
balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik. Lee terpilih
menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi demo
antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara percobaan
pada 1964.
Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa
diterima sebagai pegawai Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir,
pemerintah akan marah jika Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena
tekadnya, Lee lantas putar otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor
kepresidenan. Isi surat bernada sangat memelas, yang intinya berharap
pemerintah jangan menghancurkan masa depannya. Isi surat itu menyentuh
hati sekretaris presiden, sehingga ia memerintahkan Hyundai untuk
menerima Lee sebagai pegawai.
Di perusahaan inilah, ia mampu
menunjukkan bakatnya. Ia bahkan kemudian mendapat julukan “buldozer”,
karena dianggap selalu bisa membereskan semua masalah, sesulit apapun.
Salah satunya karyanya yang fenomonal adalah mempreteli habis sebuah
buldozer, untuk mempelajari cara kerja mesin itu. Di kemudian hari,
Hyundai memang berhasil memproduksi buldozer.
Kemampuan Lee
mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Berkat rekomendasi
pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia langsung bisa menduduki
posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja selama 10
tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi mesin uang
Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi sehingga
pembangunan fisik sangat marak.
Setelah 30 tahun di Hyundai,
Lee mulai masuk ke ranah politik dengan masuk jadi anggota dewan pada
tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2002, ia terpilih menjadi Wali Kota
Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa kecilnya sangat miskin itu,
telah jadi orang nomor satu di Korea Selatan.
Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan, setiap orang memang berhak untuk maju dan berkembang.
No comments:
Post a Comment