Thursday, January 26, 2012

Kekuatan Memberi


"Rahasia kemakmuran adalah kedermawanan, karena dengan membagi

kepada orang lain, hal baik yang akan diberikan dalam kehidupan

kita, bahkan berkelimpahan. "

-- J. Donald Walters, penulis dan pengajar asal Rumania, tinggal di India

KISAH nyata ini keluar dari mulut Sang Dokter. Pria yang sehari-hari

berprofesi sebagai dokter mata ini membuka prakteknya di bilangan

Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu, ia juga melayani konsultasi

masalah keluarga, termasuk masalah spiritual. Tanpa dipungut biaya,

alias gratis. Sang dokter menolak dengan halus setiap pemberian uang

sebagai imbalan jasa konsultasi. Ia malah menyarankan agar uangnya

diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya, seperti

yayasan yatim piatu.

Suatu hari, sang dokter kedatangan tamu seorang ibu beserta putranya

yang telah menginjak usia paruh baya. Sang anak dalam keadaan lumpuh

kakinya, sehingga ia harus berada di kursi roda. Maksud kedatangan

mereka sesungguhnya ingin menanyakan seputar masalah keluarga.

Tetapi begitu tiba di ruang dokter, sebelum menyampaikan keluhannya,

sang dokter mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah terhadap si

anak. Putranya, menurut sang dokter, pernah mempunyai kesalahan yang

membuat ibunya sakit hati. Sang anak tentu saja kebingungan. Begitu

pula sang ibu, yang tahu-tahu diungkit peristiwa di masa lalu. Sang

anak mencoba mengingat-ingat kembali peristiwa masa lampau. Sang ibu

memang mengakui kalau ia dulu pernah sakit hati oleh tindakan

anaknya. Hal itu terus membekas di hatinya menjadi goresan luka

batin, yang akhirnya teringat kembali saat itu juga.

Akhirnya, sang anak pun teringat akan kekilafannya. Ia menyesal dan

menangis. Secara susah payah, sang anak berusaha bangkit dari kursi

rodanya untuk bersimpuh di hadapan kaki ibunya meminta maaf. Ibunya,

dengan berlinang air mata, secara tulus akhirnya memaafkan kesalahan

putranya di masa lampau. Secara refleks, sang ibu mengangkat

putranya berdiri untuk memeluk dan menciumnya. Ajaib, seketika itu

juga sang anak dapat berdiri tanpa dibantu lagi oleh kursi roda.

Sang ibu memang hanya memberikan maaf dengan tulus, tetapi efeknya

sungguh luar biasa.

Kisah ini memang bertolak belakang dengan legenda Malin Kundang.

Dimana sang Ibu menyumpah anaknya menjadi batu. Tak ada batu

berbentuk manusia. Itulah logika yang paling benar dari cerita yang

menyangkut hubungan ibu dan anak. Kisah Malin Kundang selama ini

oleh beberapa pihak dinilai jauh dari cinta kasih seorang ibu yang

sebenarnya. Walau begitu, tetap ada hikmah yang dapat dipetik dari

legenda tersebut.

Sejatinya, Ibu mana yang tega melihat anaknya susah, apalagi menjadi

batu sesuai dengan sumpahnya. Alamak, Ibu adalah pintu keluasan hati

dan penuh maaf. Berkacalah pada ibu. Dia akan rela lebih menderita,

ketimbang melihat anaknya yang kesusahan. Dia akan menyisihkan nasi

yang ada untuk anaknya, walau ia sendiri lapar. Dia akan memakan

makanan yang bergizi agar janin dalam tubuhnya bisa tumbuh sehat.

Seperti dalam bait lagu, 'hanya memberi, tak harap kembali.' Betul,

tak pernah berharap mendapatkan balasan dari semua yang telah

dilakukannya. Itulah makna dari memberi yang sesungguhnya.

Memberi? Betul, memberi. Makna dari sebuah pemberian memang besar

artinya. Lantas, mengapa orang yang berkelimpahan enggan untuk

memberikan sesuatu? Atau, mengapa orang enggan memberikan maaf?

Karena mungkin ia berpikir, bila ia memberi kekayaan, pemberian itu

akan habis begitu saja tanpa kembali. Atau mungkin ia berpikir,

harga dirinya akan turun kalau ia memberikan maaf kepada orang yang

menyakitinya. Padahal justeru sebaliknya. Semakin banyak memberi,

akan lebih semakin banyak menerima. Kalau orang mengetahui kekuatan

memberi, percayalah, akan banyak orang yang berlomba-lomba untuk

memberikan segala sesuatunya.

Itulah mengapa, dalam setiap agama selalu diajarkan untuk memberikan

sesuatu yang kita miliki. Selain diajarkan selalu memberikan

kebajikan, juga kekayaannya. Umat Islam mengenal Zakat dan Sedekah.

Umat Kristen Protestan mengenal perpuluhan, yaitu kewajiban untuk

memberikan sepersepuluh dari pendapatannya kepada rumah Tuhan, dan

Elemosune, yang dapat diterjemahkan dengan kata memberi sedekah.

Umat Katholik mengenal Persepuluhan dan juga Sedekah. Umat Hindu

mengenal Sedekah Dana Punia, yaitu pemberian yang dilakukan secara

sukarela dan tulus ikhlas berupa materi. Sedangkan Buddha

mengajarkan bagaimana menggunakan kekayaan yang telah dimiliki,

yaitu bila ia perumah tangga yang baik, mengumpulkan harta dengan

cara-cara baik, ia harus membantu sanak familinya, serta orang lain

dalam empat bagian, juga dikenal Amisa Dana, yaitu memberikan

bantuan dalam bentuk materi kepada yang membutuhkan.

Pemberian itu seyogianya dilakukan dengan ikhlas, diberikan pada

tempat dan waktu yang tepat. Juga pemberian itu haruslah bertujuan

mulia. Yang patut diingat, memberi tak harus berupa uang. Ia bisa

berupa apa saja. Sekarang, tengoklah lemari pakaian Anda. Apa yang

Anda lihat? Tentu saja sederetan pakaian yang Anda miliki. Nah,

ambil sebanyak mungkin. Bila perlu semuanya, untuk kemudian Anda

serahkan kepada mereka yang membutuhkannya, misalnya yayasan yatim

piatu. Kalau merasa sayang, sisakan beberapa setel saja untuk Anda

pakai dalam bekerja selama satu minggu atau untuk Anda pakai sehari-

hari. Tak perlu banyak berpikir. Pakaian itu mungkin sudah

ketinggalan jaman. Anda perlu memberi lagi yang baru.

Sebuah penelitian menunjukkan, dengan memberi terhadap sesama,

membuat diri kita menjadi lebih bahagia. Hukum kekekalan energi

mengatakan, tiada energi yang hilang bila dikeluarkan. Ia akan

kembali dalam bentuk lain. Begitu pula soal kebaikan, apapun. Ia tak

akan hilang walau Anda telah memberikannya. Bahkan Deepak Chopra

dalam '7 Spiritual Law of Success' mencantumkan 'Law of Giving'

sebagai hukum kedua untuk sukses.

Nah, mulai sekarang, banyak-banyaklah memberi. Memberi maaf. Memberi

senyum. Memberi kebajikan. Memberi kemuliaan. Memberi materi. Dan

sebaiknya, tak usah berharap dari semua pemberian yang telah Anda

lakukan. Karena itulah kebahagiaan sesungguhnya yang didapatkan.

Kebahagiaan memberi. Seperti yang dilakukan ibu terhadap kita: hanya

memberi, tak harap kembali. (220908)

Sumber: Kekuatan Memberi oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di

Jakarta

No comments:

Post a Comment